PWMU.co Keprihatinan atas berbagai persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia kembali disuarakan Prof Din Syamsuddin. Dalam pengajian pimpinan daerah Muhammadiyah Lamongan yang berlangsung di SMK Muhammadiyah 5 Babat, Ahad 29 Januari 2017, Din kembali mengangkat persoalan kesenjangan ekonomi, ketidakadilan hukum, dan carut-marut kehidupan politik.
Dalam kehidupan politik nasional, Din menyoroti fenomena dominasi MMII dan NPWP. “MMII adalah money (uang), mass (massa besar), information (pemilik media), dan idea (gagasan),” kata Din, menggambarkan kehidupan politik yang kini banyak dikendalikan oleh para pemilik modal.
Sedangkan istilah NPWP sangat popular jika sedang berlangsung musim pemilu dan pilkada. “NPWP itu nomer piro wani piro,” kata Din memelesetkan kepanjangan NPWP dalam bahasa jawa yang berarti nomer berapa berani berapa, yaitu budaya politik uang yang sangat mewarnai setiap pesta demokrasi.
“Jika kondisi ini terus terjadi, maka pasti akan membahayakan masa depan bangsa,” ujarnya. Karena itu mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mengingatkan pentingnya dakwah amar makruf nahi munkar. Untuk itu, tutur Din, Muhammadiyah harus hadir memberika solusi. “Dakwah Muhammadiyah harus lebih konkrit dan menyentuh kebutuhan rakyat.”
Din berharap agar Muhammadiyah ikut menjadi problem solver atas berbagai persoalan bangsa. Ada dua alas an mengapa Muhammadiyah harus menjadi pemecah masalah bangsa. Pertama, terjadi penyelewengan dan penyimpangan dari cita-cita nasional. “Muhammadiyah harus ikut meluruskan kiblat bangsa, “katanya.
Kedua, ungkap Din, karena Muhammadiyah ikut mendirikan Negara Republik Indonesia. “Karenanya, Muhammadiyah harus ikut bertanggung jawab.”
Ketua PDM Lamongan H Shodiqin, menyatakan meluruskan kiblat bangsa tak ubahnya seperti perjuangan KH Ahmad Dahlan meluruskan kiblat shalat zaman dulu. “Itu membuat banyak orang terkaget-kaget,”katanya.
Sementara itu Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Dr. Biyanto berpesan agar warga Muhammadiyah berhati-hati bila menulis, terutama di media social. “Karena sudah ada undang-undangnya.”(Hilman Sueb)